Memperingati HUT ke 4 Malang Posco Media 1 Agustus 2024

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jurnalis Senior,  Dosen Ilmu Komunikasi Unitomo Surabaya dan Pembina Malang Posco Media

“Seperti dedaun, runduk pada musim. Kami Pamit.” Penggalan puisi ANM Massardi itu menjadi kalimat perpisahan Majalah Berita Mingguan ‘’Gatra’’, yang pekan ini resmi mengumumkan penerbitan terakhir. Gatra pamit, mengakhiri kiprahnya selama 30 tahun di dunia pers Indonesia.

Sampul edisi terakhir menampilkan huruf “G” berwarna merah, dengan judul besar ‘’Kami Pamit.’’ Edisi terakhir itu terasa sebagai sebuah berita ‘’lelayu’’, kabar kematian yang mengharukan. Sebuah majalah dengan sejarah panjang akhirnya gugur runduk kepada musim.

Pada editorial disebutkan bahwa Gatra telah mengalami kerugian berkelanjutan selama beberapa tahun terakhir. Pandemi Covid-19 disebut sebagai salah satu faktor yang memperparah kondisi keuangan perusahaan. Akibatnya mereka gagal menjalankan program pengembangan keredaksian dan binis dan terus-menerus dilanda kerugian.

Berbagai situs milik Gatra, seperti Gatra.com, Majalah Jateng, Gatrapedia.com, dan kanal Gatra TV, semuanya gulung tikar. Upaya untuk melakukan konvergensi untuk menjawab tantangan transformasi digital gagal dan akhirnya keputusan pahit harus diambil.

Gatra lahir pada 1994, didirikan oleh sejumlah wartawan senior Majalah Tempo, yang tahun itu baru dibreidel oleh rezim Orde Baru. Sebagian wartawan bertahan bersama Tempo menjadi oposisi Soeharto, tetapi ada juga yang kemudian mendapatkan investor baru dan menerbitkan Gatra.

Gatra pun menjadi direct competitor bagi Malajah Tempo. Selama hampir tiga dekade, Gatra telah memberikan kontribusi signifikan dalam menyajikan berita-berita utama yang mencakup berbagai aspek, seperti ekonomi, nasional, internasional, hukum, olahraga, dan hiburan.

Perpisahan ini juga menggugah rasa sentimental para pembaca setia dan insan pers yang mengenang Gatra sebagai salah satu produk jurnalistik yang segar, tempat kreativitas dan dedikasi bertemu untuk menghadirkan liputan yang objektif dan berkualitas.

Keberadaan Gatra selama hampir 30 tahun membuktikan bahwa majalah ini pernah menjadi bagian penting dalam ekosistem media di Indonesia. Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan preferensi media masyarakat, tantangan baru terus muncul, dan akhirnya Gatra harus mengalah pada dinamika zaman.

“Mari kami beri tahu sebuah fakta; siapa tahu belum banyak yang tahu. Di balik keseriusannya, Gatra adalah juga taman bermain yang menyenangkan. Wahana rekreasi yang selalu mencoba menemukan cara untuk bermain-main dalam ekosistem jurnalistik yang, kata orang-orang, ambisius.’’ Begitu penggalan editorial terakhir Gatra.

Perjalanan panjang Majalah Gatra kini resmi berakhir. Semua orang yang terlibat dalam sejarah panjangnya patut berbangga atas kontribusi yang telah diberikan, sementara kita semua dapat berharap bahwa nilai-nilai jurnalisme yang diusung Gatra akan terus hidup dalam bentuk lain di masa depan.

Dan akhirnya, Majalah Gatra, meminjam puisi Yudhistira ANM Massardi, ‘’Seperti dedaun, runduk pada musim.’’ Dengan kalimat terakhir itu, Majalah Gatra mengakhiri perjalanan sejarahnya dengan penuh penghargaan dan rasa hormat terhadap masa lalu yang telah dilaluinya.

1 Agustus 2024, Harian Malang Posco Media (MPM) berulang tahun keempat. Pelajaran penting yang harus dicatat dari Gatra adalah bahwa sebuah media akan kehilangan sentuhan dengan pembaca karena tidak lagi relevan dengan kebutuhan pembaca dan masyarakat. What it means to me, apa manfaat media bagi saya? Itulah pertanyaan yang harus dijawab oleh pengelola media jika ingin tetap bertahan, survive, dan berkembang, tidak runduk pada musim.

Dalam ilmu komunikasi dikenal teori ‘’Uses and Gratification’’, kegunaan dan kemanfaatan. Publik mengonsumsi media karena mencari kegunaan dan kemanfaatan dari media untuk keperluan kehidupan sehari-hari.

Di masa lalu, kebutuhan itu bisa dipenuhi oleh media konvensional dalam bentuk cetak, seperti koran dan majalah mingguan maupun bulanan. Sekarang, musim berganti. Media konvensional terancam oleh kehadiran media digital yang membuat pola konsumsi media oleh masyarakat mengalami perubahan revolusioner.

Sumber berita pun berubah dari media konvensional mainstream bergeser menjadi media sosial dalam berbagai platform. Di masa lalu, media konvensional seperti koran menjadi tumpuan utama pencarian berita oleh masyarakat. Para tokoh, mulai dari selebritas sampai presiden, menggunakan media konvensional untuk menyampaikan message kepada audiens.

Sekarang dunia berubah secara revolusioner dengan munculnya media sosial. Di masa lampau presiden negara super power seperti Amerika Serikat akan memakai surat kabar berpengaruh seperti The Washington Post atau The New York Times, untuk mengumumkan keputusan resminya. Sekarang, tidak lagi. Seorang presiden Amerika cukup memakai akun pribadinya di medsos untuk mengumumkan keputusan penting dan strategis.

Itulah yang terjadi di Amerika pekan ini. Presiden Joe Biden sebagai petahana mengumumkan pengunduran dirinya dari pencalonan melalui akun media sosial. Biden yang uzur, sakit-sakitan, dan hampir pikun, mengumumkan menarik diri dari pencalonan periode kedua dan mengendorse Wakil Presiden Kamala Harris untuk menjadi capres menghadapi penantang Donald Trump.

Di masa lalu breaking news seperti itu pasti akan muncul di media konvensional. Tetapi, apa yang dilakukan oleh Biden membuktikan bahwa media konvensional sudah kehilangan peran strategis yang selama ini menjadi keunggulan yang membuatnya dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam usianya yang masih sangat muda MPM menghadapi tantangan yang sangat besar. Sebagai media konvensional yang berkiprah di level lokal, MPM menghadapi tantangan dan peluang yang sama-sama potensial. Tantangan terbesar adalah mempertahankan diri supaya tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat. MPM harus tetap means something to me, sesuatu bagi gue, meminjam bahasa milenial.

Peluang untuk tumbuh dan berkembang masih terbuka. Di tengah situasi yang berat di Amerika, ada sebuah survei yang menunjukkan bahwa media lokal masih sangat dipercaya oleh pembaca Amerika Serikat. Survei yang dirilis Juli menunjukkan bahwa televisi lokal dipercaya oleh 62 persen responden sebagai sumber informasi yang bisa diandalkan.

Di bawah televisi lokal ada surat kabar lokal yang mendapat kepercayaan dari publik sebesar 58 persen sebagai sumber informasi terpercaya. Di bawah dua lembaga media itu baru kemudian menyusul media-media konvensional nasional. The New York Times mendapatkan rating kepercayaan 50 persen, The wall Street Journal memperoleh tingkat kepercayaan 49 persen, The USA Today memperoleh 47 persen, dan The Washington Post memperoleh 46 persen. Hasil survei itu menunjukkan bahwa media konvensional dan media lokal masih mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai sumber informasi yang bisa diandalkan.

Di tengah tantangan transformasi digital yang dahsyat, masih ada peluang untuk tetap bertumbuh dan berkembang bagi media lokal seperti MPM. Happy Anniversary, Malang Posco Media.(*)

sumber https://malangposcomedia.id/pelajaran-terakhir-dari-gatra/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *